Label Pada Anak ?
Konsep diri negatif
Pelabelan merupakan tindakan memberi label, ciri, atau cap tertentu kepada seseorang berdasarkan perilaku, sifat, atau bentuk fisiknya. Kebanyakan pemberian label lebih kerap terkait dengan hal-hal negatif, seperti bodoh, malas, nakal, gendut, jelek, dan seterusnya. Padahal, label akan memengaruhi konsep diri anak. Anak yang mendapat label negatif bukan tak mungkin akan memiliki konsep diri yang negatif pula.
Lingkungan terdekat lebih berperan
Pelabelan dari orang yang kehidupan sehari-harinya dekat dengan anak dan tiap hari didengarnya akan berpengaruh pada anak. Lama-lama, anak akan menganggap dirinya identik dengan apa yang dilabelkan padanya. Akibatnya, anak akan cenderung bertindak sesuai dengan label-label yang dilontarkan lingkungan terdekatnya, terutama ayah dan ibunya. Jika dia dicap bodoh, misal, ia akan “terpanggil” untuk menunjukkan kebodohannya. “Lo, aku kan memang dibilang anak bodoh,” begitu dia memposisikan dirinya.
Label positif pun perlu diwaspadai
Namun, tak berarti kata-kata yang bermakna positif, seperti pintar, cantik, cakep, dan sejenisnya boleh diobral. Karena dampaknya pun sama tidak baiknya. Selain membuat anak jadi sombong atau angkuh, ia pun tak bisa menerima kekurangan dan kelemahan dirinya. Akibatnya bukan tak mungkin anak gampang frustrasi dan tak memiliki kepercayaan diri.
Bagaimana sebaiknya?
Yang terbaik, berikan pujian sesuai tingkah laku anak. Jika anak memang memiliki perilaku positif, semisal mau berbagi, pujilah perilakunya itu saja. “Ayah senang Kakak mau meminjamkan Spiderman-mu ke Adik.” Sebaliknya, bila anak menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan, tegurlah dengan lembut dan jelaskan bahwa perilakunya itu salah. Contoh, anak terlihat menjahili kucing, jangan lantas berujar, “Adek, kok nakal banget, sih!” Akan tetapi, katakan, “Adek, kucingnya jangan dipukul. Kasihan, dia kesakitan, tuh.” Dengan begitu, anak tahu memukul binatang adalah perbuatan salah.